UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERBICARA MELALUI METODE BERCERITA DENGAN WAYANG PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN
(Penelitian Tindakan di PAUD
SAMUDERA II, Jakarta Utara)
Ringkasan
Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara melalui metode bercerita
dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara.
Metode yang
digunakan adalah penelitian tindakan yang dilakukan sebanyak dua siklus,
masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), pengamatan (observing),
dan refleksi (reflecting). Subjek
penelitian adalah anak yang mengalami masalah dalam kemampuan berbicara seperti
pengucapan vokal yang kurang jelas, terbata-bata, intonasi rendah, kurangnya
rasa percaya diri anak dalam berbicara di depan kelas, kurangnya pemahaman
terhadap lawan bicara baik dengan teman sebaya, guru dan orang-orang yang ada
disekitarnya yang berjumlah 7 orang.Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah test dan non test.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan prosentase kenaikan minimal 75% dari skor maksimal
100%.
Analisis data
diperoleh dari hasil perbandingan antara kemampuan berbicara anak usia 4-5
tahun sebelum dan sesudah pelaksanaan tindakan pada pelaksanaan siklus I
menunjukkan prosentase peningkatan mencapai 69%. Prosentase tersebut belum
mencapai skor yang diharapkan sehingga dilanjutkan pada siklus II yang
memperoleh hasil prosentase mencapai 92,40%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa penggunaan metode bercerita dengan wayang dapat meningkatkan kemampuan
berbicara pada anak usia 4-5 tahun.
Implikasi hasil dari
penelitian ini adalah bahwa penerapan kegiatan bercerita dengan wayang dapat
digunakan oleh guru maupun pihak sekolah sebagai salah satu alternatif dalam
meningkatkan kemampuan berbicara anak. Hal ini dikarenakan pada pelaksanaannya
kegiatan bermain wayang mampu menstimulasi aspek-aspek berbicara anak seperti
aspek lafal yang tepat pada saat anak diminta untuk melafalkan kembali
kata-kata yang terdapat pada cerita, menambah perbendaharaan kosakata anak,
pemahaman, struktur kalimat yang tepat, kefasihan/kelancaran dalam berbicara .
Kata kunci : Kemampuan Berbicara,
Bercerita wayang, Anak Usia 4-5 tahun
Abstract
This study aims
to improve speaking skills through storytelling with puppets method in children
aged 4-5 years. Action research in PAUD SAMUDERA II, North Jakarta.
Thesis. Jakarta: Teacher Education For Early Childhood Education Programme,
State University of Jakarta, 2013.
This study aims
to improve speaking skills through storytelling with puppets method in children
aged 4-5 years in early childhood SAMUDERA II, North Jakarta.
Metode used is
action research conducted by two cycles, each cycle consisting of planning
(planning), observation (observing), and reflection (reflecting). Subjects were
children who have problems in the ability Talking pronunciation of vowels that
are less obvious, haltingly, low tone, lack of confidence in speaking in front
of the child's classroom, lack of understanding of the other person's well with
peers, teachers and the people around them totaled 7 peoples.Teknik data
collection used was non test.Teknik test and analysis of the data used in this
research is to use the percentage increase at least 75% of the maximum score of
100%.
Analysis of data
obtained from the comparison between the ability of speaking children aged 4-5
years before and after the implementation of the action on the implementation
of the first cycle shows the percentage increase at 69%. The percentage has not
reached the expected score that continued in the second cycle were obtained
percentage yield reached 92.40%. It can be concluded that the use of
storytelling with puppets can improve speaking skills in children aged 4-5
years.
The implications
of the results of this study is that the implementation of storytelling
activities with puppets can be used by teachers and the school as an
alternative to improve the child's ability to speak. This is because the
implementation of the puppet play activities to stimulate children to speak
aspects like proper pronunciation aspect when the child was asked to recite the
words found in the story, adding child vocabulary, comprehension, proper
sentence structure, proficiency / fluency in speaking.
Keywords:
Speaking Skill, Storytelling With Puppets, Children Ages 4-5 years
PENDAHULUAN
Berbicara merupakan suatu aktivitas
kehidupan manusia yang sangat penting, karena dengan berbicara dapat
berkomunikasi antara sesama manusia, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud
dan pesan, mengungkapkan perasaaan dalam segala kondisi emosional dan lain
sebagainya.Namun, hanya sedikit yang
mampu memanfaatkan kata dan kalimat untuk berbahasa, khususnya dalam
kemampuan berbicara. Hal ini sesuai dengan kenyataan yang terlihat di PAUD
SAMUDERA II, di mana kemampuan berbicara anak masih belum berkembang, anak
belum berada ditahapan linguistik hal ini terlihat dari anak belum dapat
melakukan perdebatan dengan teman sebayanya, pembicaraan anak yang belum
dipahami oleh kebanyakan orang, ataupun memiliki minat untuk memulai pecakapan
masih sangat kurang dan kosakata yang masih sedikit, dan penggunaan kalimat
yang mengandung SPOK masih minimal. Hal ini disebabkan karena siswa disana
belum lancar berbicara dikarenakan kurangnya stimulasi yang diberikan oleh
orangtua di rumah terhadap kemampuan berbicara anak, kurangnya anak diberikan
kesempatan untuk bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya dan masih
adanya rasa kurang percaya diri dalam diri anak untuk mengungkapkan apa yang
ada dalam benaknya.
Metode
yang digunakan oleh guru akan berjalan dengan optimal jika didukung oleh media
atau alat peraga. Media yang digunakan hendaknya dapat meyampaikan informasi
untuk tercapainya pendidikan yang diharapkan. Dalam hal ini kurangnya media yang
bervariasi yang digunakan oleh guru dalam membawakan cerita juga menjadi
kendala dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak.
Metode bercerita merupakan metode yang
dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak. Kegiatan mendengarkan cerita akan
memberi pengalaman belajar yang melatih pendengaran anak, sehingga anak dapat
memperoleh informasi tentang budaya, dan peristiwa yang terjadi di lingkungan
sekitar, kegiatan tersebut juga dapat menambah perbendaharaan kata anak.Dalam
hal ini alat peraga dalam bercerita sangat diperlukan.
Alat peraga membantu anak dalam perkembangan bicara dan fokus terhadap cerita,selain
itu penggunaan alat peraga dapat membantu anak memahami isi cerita,hal ini akan
membantu anak untuk menyimpulkan isi cerita dan menceritakannya kembali
berdasarkan kemampuan anak.
Oleh karenanya, untuk mengatasi
kenyataan tersebut, guru dapat menggunakan metode bercerita dengan wayang sebagai
media pembelajaran. Media wayang yang akan digunakan bertujuan
untuk menarik perhatian anak terhadap materi yang disampaikan oleh guru selain
itu wayang dapat dibuat sendiri sesuai
tema dan minat anak. Wayang digunakan
sebagai media dalam pembelajaran khususnya bercerita untuk memenuhi kebutuhan
anak usia 4-5 tahun dalam meningkatkan kemampuan berbicara. Dengan
demikian penelitian ini akan mengkaji bagaimana upaya meningkatkan kemampuan
berbicara melalui bercerita dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD
SAMUDERA II, Jakarta Utara.
Kemampuan
Berbicara
Kemampuan berasal dari kata mampu, Menurut
Gordon (Mulyasa, 2003:39) kemampuan atau skill adalah sesuatu yang dimiliki
oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Munandar
(1999:17) mengemukakan bahwa kata kemampuan atau mampu secara sederhana dapat
diartikan sebagai bisa atau dapat melakukan sesuatu.Artinya adalah kemampuan
merupakan suatu upaya untuk melakukan sesuatu yang memerlukan kecakapan dan
kesanggupan dalam melakukannya, sehingga diperolah hasil yang maksimal.
Berbicara merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang berkembang dan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak. Berbicara
dan menyimak adalah kegiatan komunikasi
dua arah atau tatap muka yang dilakukan secara langsung.Bicara merupakan
bentuk informasi yang paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling
penting. Seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (www.goggle.comMakalahdanskripsi.blogspot.com ) bahwa berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan kelihatan yang
memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan
tujuan gagasan-gagasan ide yang dikombinasikan.Dalam menyampaikan hal tersebut diperlukan
juga adanya ekspresi anggota tubuh, missal mimik muka ataupun gerakan tangan,
agar maksud dan tujuan yang ingin diungkapkan dapat tersampaikan dengan baik
dan dipahami oleh orang lain.
Dari beberapa pernyataan tersebut dapat
didefinisikan bahwa perkembangan berbicara anak diawali dari membeo atau
mengoceh atau menggumam yang bertujuan untuk menyampaikan suatu maksud,
berbicara bertujuan untuk mengekspresikan apa yang ingin disampaikan kepada
orang lain, sehingga apa yang ingin diungkapkan dapat dimengerti oleh orang
lain.
Selain itu agar dapat berkomunikasi
secara efektif dan efisien dengan orang lain, kemampuan berbicara menjadi patut
diperhatikan. Semi (2001:99) berpendapat, bahwa kemampuan berbicara pada
hakikatnya merupakan kemampuan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk
menyampaikan kehendak, gagasan, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain. Maidar
(2003:17) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menjelaskan,
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.Dapat dikatakan bahwa berbicara yang
efektif terjadi jika pesan atau gagasan yang disampaikan dapat diterima dan
dipahami dengan baik oleh pihak yang diajak berbicara.Dengan demikian berbicara
tidak sekedar pengucapan kata-kata atau bunyi namun merupakan suatu alat untuk
mengkomunikasikan gagasan atau ide sesuai kebutuhan pendengar atau penyimak.
Becerita Wayang
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian
pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan kepada anak secara lisan.
Cerita yang dibawakan guru harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan
tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak (Moeslichatoen, 2004:157).Oleh
karena itu, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan yang
sangat penting. Keberhasilan sebuah pembelajaran tergantung cara guru
menggunakan metode pembelajaran, karena pembelajaran hanya mungkin dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.
Bercerita adalah
seni bercakap-cakap secara lisan untuk bertukar cerita tentang pengalamannya
antara pencerita dengan pendengar, dapat dilakukan dengan bertatap muka
(Larkin, http://www.eldrbarry.net/roos/st_is.htm). Melalui storytelling atau bercerita akan dapat
membantu anak-anak untuk membangun kosakata dan kemampuan berbahasa, seperti
telah diuraikan di atas bahwa kemampuan berbahasa meliputi empat aspek, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Hal ini menunjukkan bahwa melalui
storytelling atau bercerita juga akan dapat mengembangkan semua aspek bahasa.
Seperti
dinyatakan oleh Heromen & Jones (2010:91) bahwa storytelling akan dapat
membantu anak untuk membangun vocabulary
atau kosakata dan keterampilan bahasa. Melalui bercerita anak-anak akan dapat
belajar bahasa dengan luas, yaitu dengan mengenal kosakata baru, berekspresi,
sajak, dialog dan struktur dari cerita. Selain itu melalui storytelling akan
mengajarkan anak untuk dapat berkomunikasi menyampaikan pendapat dan perasaan
tidak hanya melalui kata-kata tetapi dengan bahasa tubuh, gerakan tangan dan
ekspresi wajah.Kemudian orang dewasa atau guru setelah bercerita sebaiknya
mengajak anak untuk menceritakan kembali cerita yang didengarnya untuk melihat
perkembangan bahasa dan kognitifnya.
Wayang merupakan
boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya
yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukkan drama
tradisional, (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya) biasanya dimainkan oleh
seseorang yang disebut dalang (KBBI, 2007:1271). Berdasarkan pendapat Jalongo
(2007:122) bahwa sedikitnya ada empat alasan menggunakan wayang dalam kelas:
(1) wayang meningkatkan komunikasi, (2) wayang menyatakan suatu bahasa
universal, (3) wayang mendorong kerjasama, (4) wayang membantu mengintegrasikan
kurikulum.Sesuai dengan alasan yang telah dikemukakan di atas tentang
dipergunakannya wayang dalam kelas ternyata memang tepat bahwa wayang dapat
mengembangkan keterampilan anak dalam berkomunikasi. Melalui wayang anak dapat
mengungkapkan apa yang dirasakannya ketika anak tidak dapat mengungkapkannya
kepada orang lain. Selain kegiatan berbicara sebagai subjek area dalam
kurikulum dapat dieksplorasi dalam wayang.
Adapun
langkah-langkah yang perlu diperhatikan ketika bercerita dengan wayang, sebagai
berikut : (1) siapkan segala perlengkapan yang akan digunakan wayang, panggung
kecil, tape recorder, (2) mengatur posisi duduk anak agar anak merasa nyaman,
(3) mengemukakan kalimat prolog sebelum adegan cerita dimulai diiringi musik
pengiring sambil menyebutkan isi cerita, (4) apabila menggunakan panggung, maka
bukalah layar panggung kemudian kenali tokoh wayang satu persatu, (5) memulai
adegan demi adegan yang diperankan oleh wayang tersebut secara bergantian,
diiringi dengan musik pengiring. Ketika suatu adegan akan berganti dengan
adegan lain. Tutuplah layar kembali atau turunkan wayang dari arah kanan kekiri
dan sebaliknya, wayang tidak diturunkan dari atas kebawah seolah-olah
tenggelam, (6) ketika cerita sudah selesai dituturkan, guru dapat mengemukakan
beberapa pertanyaan seputar cerita tersebut, misalnya tentang judul cerita,
toko cerita dan isi cerita. Bisa juga meminta pendapat anak tentang cerita
tersebut. Dapat pula agar anak memperagakan karakter suatu tokoh atau suatu
kejadian dengan cerita tersebut, (7) selanjutnya bersama-sama dengan anak-anak
menyimpulkan isi cerita tersebut, termasuk pelajaran dari isi cerita juga
mencari solusi terbaik dari permasalahan yang ada dalam cerita tersebut, (8)
akhiri kegiatan cerita dengan meminta anak untuk menceritakan kembali isi
cerita dan tutup kegiatan dengan nyanyian yang menggambarkan isi cerita
tersebut.
Pada usia 4-5 tahun anak menurut Sonawat dan Francis
(2007:39) memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) telah mampu terlibat
dalam percakapan, yaitu mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi
pembicaraan dengan baik; (2) telah memiliki kosakata 1500 hingga 2500 kata; (3)
telah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar; (4) dapat mengukuti 3
perintah sekaligus; (5) dapat
menceritakan sebuah cerita yang singkat; adan (6) dapat mengucapkan bunyi huruf
dengan baik, namun pada huruf “r”, “s” mereka masih belum mampu mengucapkan
dengan baik. Banyak
hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak.
Salah satunya adalah dengan menggunakan metode bercerita. Melalui bercerita
anak-anak akan belajar berbicara dengan menyenangkan tanpa adanya unsur sedang
belajar. Hal ini tentu saja akan sangat membantu anak untuk pandai berbicara.
Dalam hal ini guru bercerita menggunakan wayang, wayang yang dimaksud dalam permainan ini adalah alat peraga yang
dibuat menggunakan gambar diatas kertas yang dibuat dengan berbagai macam
bentuk dan ditambahkan stik kayu atau sumpit untuk pegangannya yang digunakan
sebagai media pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran anak. Wayang dapat
mengembangkan keterampilan anak dalam berkomunikasi. Melalui bercerita dengan wayang
anak dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya ketika anak tidak dapat
mengungkapkannya kepada orang lain. Selain kegiatan berbicara sebagai subjek
area dalam kurikulum dapat dieksplorasi dalam wayang.
Berdasarkan
uraian di atas maka diduga metode bercerita dengan wayang akan dapat meningkatkan
kemampuan berbicara pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta
Utara.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).Desain intervensi tindakan atau
rancanagan siklus penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Taggart. Adapun
prosedur kerja dalam penelitian merupakan suatu siklus yang meliputi
tahap-tahap ; (a) perencanaan (plan),
(b) tindakan (act), (c) observasi (observe), (d) refleksi (reflection), kemudian dilanjutkan dengan
perencanaan ulang (replanning),
tindakan, observasi dan refleksi untuk siklus berikutnya, begitu seterusnya
hingga membentuk suatu spiral. Subjek penelitiannya adalah anak PAUD SAMUDERA
II yang berusia 4-5 tahun sebanyak 7 anak.
Rancangan tindakan penelitian ini sebagai berikut; 1. Perencanaan,
yang terdiri dari a) menyusun satuan kegiatan harian; b) media pembelajaran
yang mendukung kegiatan bercerita; c) data hasil observasi awal (pra
penelitian) sebagai landasan diskusi.2.
Tindakan, a) membuat rencana
kegiatan belajar, satuan kegiatan mingguan dan satuan kegiatan harian; b) melaksanakan
kegiatan pembelajaran; 3) melakukan evaluasi berupa tes kemampuan berbicara
melalui berbagai kegiatan yaitu menceritakan kembali isi cerita dan tanya jawab
seputar cerita, 3. Observasi atau pengamat tindakan, Pengamatan
tindakan yang digunakan adalah observasi peer (pengamatan sejawat), yakni
observasi yang dilakukan oleh orang lain (teman sejawat atau guru) terhadap
pengajaran seseorang, 4. Refleksi, menganalisis
hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan pedoman pengamatan
kemajuan kemampuan berbicara anak, juga dilakukan kegiatan menghitung dan
menganalis data tentang kemampuan berbicara anak setelah tindakan. Selain itu
refleksi data penelitian dilakukan dengan membandingkan rata-rata skor kemampuan
berbicara yang diperoleh anak pada saat sebelum dan sesudah tindakan diberikan.
Adapun kisi-kisi instrument kemampuan
berbicara anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II sebagai berikut: 1. Lafal
yang tepat (mengucapkan lafal yang tepat seperti suara hewan dan benda di
sekitar, menyebutkan bunyi huruf vokal dan konsonan), 2. Kosakata (menggunakan
jenis kata berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan), 3.
Struktur Kalimat (dapat mengulang kalimat sederhana), 4. Pemahaman (mengerti
dua perintah yang diberikan secara bersamaan),5. Kefasihan/kelancaran
(mengutarakan pendapatnya sendiri kepada orang lain, melanjutkan cerita yang
telah diperdengarkan, menceritakan kembali isi cerita yang telah
diperdengarkan, dapat menceritakan isi cerita berdasarkan gambar. Sedangkan uji
validitas dari instrumen ini menggunakan expert
judgment, judgment pada ahli
bidang bahasa yang benar-benar paham tentang indikator yang hendak diamati.
HASIL PENELITIAN
Hasil observasi kemampuan berbicara
pada pra-penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun
di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara masih belum berkembang secara optimal. Hal
ini dapat dilihat dari masih rendahnya skor yang diproleh anak dalam kegiatan
berbicara. Adapun peningkatan hasil tindakan dapat dilihat dari tabel sebagai
berikut:
No
|
Responden
|
Pra
penelitian
|
Siklus
I
|
Siklus
II
|
Nilai
|
P (%)
|
Nilai
|
P (%)
|
Nilai
|
P (%)
|
1
|
A
|
39
|
40,62%
|
63
|
65,62
%
|
88
|
91,66%
|
2
|
B
|
38
|
39,58%
|
66
|
68,75%
|
86
|
89,58%
|
3
|
C
|
39
|
40,62%
|
65
|
67,70%
|
85
|
88,54 %
|
4
|
D
|
40
|
41,66%
|
67
|
69,79%
|
92
|
95,83%
|
5
|
E
|
42
|
43,75%
|
68
|
70,83%
|
85
|
88,54%
|
6
|
F
|
37
|
38,45%
|
65
|
67,70%
|
91
|
94,79%
|
7
|
G
|
43
|
44,79%
|
70
|
72,91%
|
94
|
97,91%
|
Jumlah
|
278
|
289,47
|
464
|
483,3%
|
621
|
646,8%
|
Rata-rata
|
39,71
|
41,35%
|
66,28
|
69%
|
88,71
|
92,40%
|
Tabel diatas merupakan data hasil
perolehan skor yang diperoleh setiap anak pada saat prapenelitian, setelah
pemberian perlakuan siklus I, dan setelah pemberian perlakuan pada siklus II.
Hasil tersebut apabila divisualisasikan (skor dan %) dalam grafik seperti di
bawah ini:
Hasil pengamatan yang ditemukan terkait dengan
kemampuan berbicara anak di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara selama pra-penelitian
bahwa masih banyak anak yang belum mampu untuk mengungkapkan keinginannya
ketika ditanya oleh guru.
Setelah dilakukan perencanaan, tindakan dan
pengamatan, peneliti bersama kolaborator mengadakan refleksi tindakan yang
telah dilakukan pada siklus I, yaitu sebanyak 5 (lima) kali pertemuan. Guru
bersama kolaborator melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan yang telah
dirancang sebelum pelaksanaan kegiatan. Setiap akhir pelaksanaan kegiatan,
peneliti bersama kolaborator mengadakan refleksi setiap selesai melaksanakan
kegiatan. Refleksi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat proses
pembelajaran pada hari itu dan dampak yang terjadi pada anak. Setelah
dilaksanakan tindakan pada siklus I, peneliti dan kolaborator memutuskan untuk
melanjutkan pada siklus berikutnya. Hal ini dikarenakan kemampuan berbicara
anak melalui metode bercerita dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD
SAMUDERA II, Jakarta Utara belum mengalami peningkatan yang signifikan pada
beberapa aspek.
Hasil refleksi secara kuantitatif dari observasi
siklus I menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak hanya mengalami peningkatan
sebesar 41,35% dari kemampuan sebesar
69% pada observasi awal. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pada siklus I
belum mencapai standar yang telah ditentukan yaitu 75%. Hal ini disebabkan
karena terbatasnya waktu dalam pemberian tindakan. Oleh sebab itu, peneliti dan
kolaborator membuat kesepakatan untuk menambahkan waktu pemberian tindakan dengan
melanjutkan pada siklus II.
Pelaksanaan kegiatan pada siklus II hampir sama
dengan pelaksanaan kegiatan di siklus I. tindakan yang diberikan pada siklus II
sebanyak 5 (lima) kali pertemuan. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan kegiatan hanya
mengembangkan beberapa aspek yang belum optimal pada siklus I. Pada siklus II
ini, guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menceritakan kembali isi
cerita yang diperdengarkan pada anak. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus
II, peneliti dan kolaborator sepakat untuk tidak melanjutkan penelitian ke
siklus berikutnya, karena telah tercapai peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan
berbicara anak usia 4-5 tahun melalui metode bercerita dengan wayang.
Pada beberapa aspek, seperti pemahaman, kosakata dan
lafal yang tepat sudah mengalami peningkatan pada siklus I, namun pada aspek
kefasihan/kelancaran dan struktur kalimat belum mengalami peningkatan yang
signifikan.Peningkatan pada aspek pemahaman adalah mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dan mengerti perintah
sederhana yang diberikan oleh peneliti. Pada aspek kosakata, anak dapat
menggunakan kata benda, kata sifat, kata kerja dan kata keterangan/fungsi
dengan baik. Sedangkan pada aspek lafal yang tepat, anak dapat menyebutkan
kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama. Pada aspek struktur
kalimat dan kefasihan/kelancaran,
anak-anak belum menunjukkan perkembangan yang baik. Pada siklus II ini,
peneliti memberikan materi tentang Aspek yang terakhir adalah
kefasihan/kelancaran, dalam aspek ini anak-anak mampu mengutarakan pendapat,
dapat melanjutkan cerita yang telah diperdengarkan dan mampu menceritakan
kembali cerita atau dongeng yang telah didengarnya. Materi-materi tersebut
diberikan melalui kegiatan bercerita, tanya jawab, bermain peran dan unjuk
penampilan.
Hasil refleksi secara kuantitatif dari observasi
siklus II menunjukkan bahwa kemampuan anak mengalami peningkatan mencapai 92,40% dari kemampuan berbicara pada siklus I
sebesar 69% dan pada pra-penelitian sebesar 41,35%. Kenaikan yang diperoleh
melebihi skor minimal, yaitu 75% yang merupakan hasil kesepakatan peneliti dan
kolaborator.
Hasil refleksi secara kualitatif dan kuantitatif membuat
peneliti dan kolaborator sepakat untuk tidak melanjutkan penelitian ke siklus
berikutnya, karena telah tercapainya peningkatan kemampuan berbicara melalui
metode bercerita dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II,
Jakarta Utara.
Jika
dilihat dari aspek struktur kalimat dimana anak-anak dapat mengucapkan kalimat
dengan struktur kalimat yang tepat yaitu dengan menggunakan dua kata, tiga kata
dan empat kata. Aspek selanjutnya adalah pemahaman, dimana anak-anak mampu
menjawab berbagai pertanyaan sederhana dari peneliti dan mengerti dua perintah
yang diberikan secara bersamaan. Aspek yang terakhir adalah
kefasihan/kelancaran, dalam aspek ini anak-anak mampu mengutarakan pendapat,
dapat melanjutkan cerita yang telah diperdengarkan dan mampu menceritakan
kembali cerita atau dongeng yang telah didengarnya.
Rata-rata peningkatan kemampuan berbicara pada
siklus I adalah 69%. Hal tersebut terlihat dari hasil perhitungan observasi
sebelum dan sesudah pemberian tindakan siklus I. sedangkan untuk rata-rata
prosentase pada siklus II adalah sebesar 92,40%. Haltersebut terlihat dari
hasil perhitungan observasi sebelum dan sesudah pemberian tindakan pada siklus
II.
Peneliti dan kolaborator merasa bahwa peningkatan
yang dihasilkan pada akhir siklus II ini sudah signifikan, karena prosentase
kenaikan sudah berada diatas batas minimum yang telah disepakati dan ditentukan
oleh peneliti dan kolaborator yaitu 75%. Dengan demikian peneliti menghentikan
pemberian perlakuan sampai dengan siklus II, karena peningkatan yang diharapkan
sudah melebihi kesepakatan.
Apabila dilihat dari hasil skor di atas, kemampuan
berbicara anak akan terus meningkat dan berkembang secara optimal apabila
diberikan stimulasi secara terus-menerus dengan jangka waktu yang optimal. Namun,hal
tersebut harus tetap diperhatikan dan disesuaikan dengan karakteristik
perkembangan anak usia dini. Karena tidak semua anak pada usia yang sama akan
memiliki kemampuan yang sama juga. Pemberian kegiatan pembelajaran dengan
metode bercerita dengan wayang merupakan kegiatan yang baru bagi anak dalam
meningkatkan kemampuan berbicaranya.
Kegiatan bercerita dengan menggunakan wayang dapat
dikatakan sebagai kegiatan membacakan cerita, Namun cerita yang dibawakan harus
sesuai dengan imajinasi anak, melalui kegiatan bercerita ini, kemampuan
berbicara anak dapat terlihat meningkat dengan baik. Berdasarkan pendapat Mary
Renck Jalongo dijelaskan bahwa sedikitnya ada empat alasan menggunakan wayang
dalam kelas: (1) wayang meningkatkan komunikasi, (2) wayang menyatakan suatu
bahasa universal, (3) wayang mendorong kerjasama, (4) wayang membantu
mengintegrasikan kurikulum.Sesuai dengan alasan yang telah dikemukakan di atas
tentang dipergunakannya wayang dalam kelas ternyata memang tepat bahwa wayang
dapat mengembangkan keterampilan anak dalam berkomunikasi. Melalui wayang anak
dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya ketika anak tidak dapat
mengungkapkannya kepada orang lain.
Adapun media yang digunakan dalam bercerita adalah
media wayang. Wayang dalam permainan ini adalah alat peraga yang dibuat
menggunakan gambar diatas kertas yang dibuat dengan berbagai macam bentuk dan
ditambahkan stik kayu atau sumpit untuk pegangannya yang digunakan sebagai
media pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran anak. Melalui kegiatan
bercerita menggunakan wayang, orang yang melihatnya dapat menangkap ide atau
informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas daripada hanya sekedar
diungkapkan oleh kata-kata. Dalam hal ini, anak melihat gambar wayang yang
dibuat oleh guru sudah dapat menangkap ide dan informasi yang endak disampaikan
untuk kemudian diungkapkan melalui kata-kata.
Adapun ketentuan dalam menggunakan wayang, untuk
memudahkan anak mengingat nama serta karakter dari wayang yang dimainkan, maka
jumlah wayang sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan usia anak. Jumlah
boneka wayang yang dimainkan anak usia 4 – 5 tahun dalam satu cerita
menggunakan boneka wayang maksimal
berjumlah 5 buah. Istimono menyatakan untuk pembuatan
empat buah wayang kertas membutuhkan satu lembar kertas karton ukuran A0. Hal
pertama yang dilakukan adalah melukis sketsa di kertas, setelah itu dipotong
menggunakan gunting dan dicat menggunakan cat minyak dan cat air dengan warna
sesuai keinginan. Jadi, untuk membantu
kegiatan bercerita menggunakan media wayang kertas, guru dapat menyediakan
media dan anak-anak tinggal memainkannya atau pun anak-anak dapat dilatih
melenturkan jari-jarinya dalam menggunting sebuah gambar dan diajak
meningkatkan kretivitasnya dalam mengolah sebuah gambar menjadi sebuah wayang
yang unik. Dengan demikian anak akan lebih merasa bangga dan kemampuan
berceritanya diharapkan dapat meningkat karena anak dapat menceritakan mengenai
wayang kertas yang telah dibuatnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan
bahwa kegiatan bercerita dengan wayang dapat meningkatkan kemampuan berbicara
dengan memberikan kebebasan anak untuk bercerita sesuai dengan yang ada dalam
pikirannya serta dapat mengungkapkan perasaannya. Kegiatan bercerita ini juga
dapat membantu anak lebih percaya diri saat maju ke depan kelas karena tidak
harus menyampaikan cerita sesuai dengan cerita guru. Anak dapat
mengkomunikasikan pendapatnya kepada guru dan temannya, anak dapat menyusun
kalimat sendiri sesuai dengan kosakata dan SPOK dengan pengalaman yang didapat
dalam bercerita yang dikuasai anak. Keseluruhan aspek dalam penelitian ini
mengalami peningkatan selama 10 kali pertemuan dalam pemberian perlakuan pada
anak dalam 2 siklus. Hal ini terlihat pada aspek anak dapat melafalkan dan
menggunakan bunyi hewan atau suara benda yang ada dalam cerita dengan tepat,
anak mampu mengemukakan pendapatnya, anak dapat menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru dan melanjutkan cerita tanpa bantuan guru, selain itu anak
juga dapat menceritakan kembali isi cerita yang telah diperdengarkan oleh guru
dan temannya, anak juga mampu menceritakan hasil gambar yang dibuatnya
menggunakan bahasa dan gaya anak di depan kelas.
KESIMPULAN
Penelitian kemampuan berbicara pada anak usia 4-5
tahun telah dilaksanakan sesuai dengan permasalahnan yang terjadi di lapangan.
Prosentase hasil analisis data pada pra penelitian didapat prosentase sebesar
41,35%, sedangkan pada siklus I didapat prosentase sebesar 69% dan pada siklus
II peningkatan prosentase kemampuan berbicara anak sebesar 92,40%. Sebagaimana
disampaikan pada interpretasi hasil analisis bahwa penelitian ini dikatakan
berhasil jika adanya peningkatan sebesar 75%, maka pada penelitian siklus II
ini dikatakan berhasil karena presentase kenaikan yang didapat melebihi batas
minimum yang telah ditentukan peneliti dan kolaborator.
Berdasarkan data kualitatif terlihat adanya
peningkatan kemampuan berbicara pada anak melaui kegiatan bercerita dengan
menggunakan wayang. Melalui kegiatan bercerita dengan wayang anak-anak diajak
untuk terlibat langsung dalam kegiatan itu, yaitu bermain tebak gaya, bermain
peran, membuat wayang, dan berani tampil di depan kelas. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara pada anak, catatan lapangan, catatan dokumentasi dan
catatan wawancara maka dapat dilihat bahwa kegiatan bercerita dengan wayang
dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II
Jakarta Utara.
DAFTAR PUSTAKA