Senin, 04 Januari 2016


CARA MENGATASI ANAK YANG AKTIF



Anak aktif cenderung memiliki lebih banyak energi. Anak aktif akan merasa sulit dan frustrasi jika ia harus duduk lama tanpa melakukan aktivitas apapun. Oleh karena itu, ia memerlukan suatu kegiatan beserta aturan permainan yang jelas. Sebab, apabila kegiatan yang ia lakukan tanpa ada rencana dan aturan terlebih dahulu. Maka, ia akan lepas kendali dan tanpa pikir panjang ia melakukan apa saja yang ia sukai. Dan, mungkin akan terjadi suatu masalah.

Memiliki anak aktif tidak perlu membuat para orangtua pusing. Saatnya Anda mengetahui trik menghadapi anak aktif agar bisa tumbuh menjadi anak berkualitas.

1. Mintalah ia untuk memimpin sesuatu. Buat kerangka kegiatan beserta aturannya sebelum kegiatan dimulai. Dengan demikian, energi yang berlimpah dapat mengalir dengan leluasa tanpa membawanya ke suatu masalah.

2. Pada anak aktif, dia sangat perlu merasakan bahwa dirinya dibutuhkan dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, untuk menyalurkan energinya maka orangtua dapat memberikannya suatu tugas seperti membersihkan tempat tidur atau mencuci sepedanya. Katakan kepadanya bahwa orangtua percaya bahwa ia dapat melakukannya dengan baik. Jika anak berhasil menjalankan sesuatu dengan baik, jangan lupa memberi pujian atas prestasi atau kesuksesannya tersebut.

3. Jika dia berbuat salah, maka maafkanlah. Anak aktif biasanya mempunyai kecenderungan lebih banyak melakukan kesalahan. Dan dia belajar tentang dirinya dari kesalahan.

4. Jangan memberi label anak nakal kepada si kecil yang aktif. Karena akan terdengar sangat negatif dan memojokan anak.

SMOGA TIPS INI MENAMBAH REFERENSI BUNDA DAN AYAH DI RUMAH



BEST REGARDS

IRMA YULIANI, S.Pd


JURNAL PENELITIAN



UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERCERITA DENGAN WAYANG PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN
(Penelitian Tindakan di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara)
Irma Yuliani, S.Pd[1]

Ringkasan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara melalui metode bercerita dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara.
Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan yang dilakukan sebanyak dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari perencanaan (planning), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Subjek penelitian adalah anak yang mengalami masalah dalam kemampuan berbicara seperti pengucapan vokal yang kurang jelas, terbata-bata, intonasi rendah, kurangnya rasa percaya diri anak dalam berbicara di depan kelas, kurangnya pemahaman terhadap lawan bicara baik dengan teman sebaya, guru dan orang-orang yang ada disekitarnya yang berjumlah 7 orang.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah test dan non test.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan prosentase kenaikan minimal 75% dari skor maksimal 100%.
Analisis data diperoleh dari hasil perbandingan antara kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun sebelum dan sesudah pelaksanaan tindakan pada pelaksanaan siklus I menunjukkan prosentase peningkatan mencapai 69%. Prosentase tersebut belum mencapai skor yang diharapkan sehingga dilanjutkan pada siklus II yang memperoleh hasil prosentase mencapai 92,40%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode bercerita dengan wayang dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak usia 4-5 tahun.
Implikasi hasil dari penelitian ini adalah bahwa penerapan kegiatan bercerita dengan wayang dapat digunakan oleh guru maupun pihak sekolah sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak. Hal ini dikarenakan pada pelaksanaannya kegiatan bermain wayang mampu menstimulasi aspek-aspek berbicara anak seperti aspek lafal yang tepat pada saat anak diminta untuk melafalkan kembali kata-kata yang terdapat pada cerita, menambah perbendaharaan kosakata anak, pemahaman, struktur kalimat yang tepat, kefasihan/kelancaran dalam berbicara .


Kata kunci : Kemampuan Berbicara, Bercerita wayang, Anak Usia 4-5 tahun



Abstract
This study aims to improve speaking skills through storytelling with puppets method in children aged 4-5 years. Action research in PAUD SAMUDERA II, North Jakarta. Thesis. Jakarta: Teacher Education For Early Childhood Education Programme, State University of Jakarta, 2013.
This study aims to improve speaking skills through storytelling with puppets method in children aged 4-5 years in early childhood SAMUDERA II, North Jakarta.
Metode used is action research conducted by two cycles, each cycle consisting of planning (planning), observation (observing), and reflection (reflecting). Subjects were children who have problems in the ability Talking pronunciation of vowels that are less obvious, haltingly, low tone, lack of confidence in speaking in front of the child's classroom, lack of understanding of the other person's well with peers, teachers and the people around them totaled 7 peoples.Teknik data collection used was non test.Teknik test and analysis of the data used in this research is to use the percentage increase at least 75% of the maximum score of 100%.
Analysis of data obtained from the comparison between the ability of speaking children aged 4-5 years before and after the implementation of the action on the implementation of the first cycle shows the percentage increase at 69%. The percentage has not reached the expected score that continued in the second cycle were obtained percentage yield reached 92.40%. It can be concluded that the use of storytelling with puppets can improve speaking skills in children aged 4-5 years.
The implications of the results of this study is that the implementation of storytelling activities with puppets can be used by teachers and the school as an alternative to improve the child's ability to speak. This is because the implementation of the puppet play activities to stimulate children to speak aspects like proper pronunciation aspect when the child was asked to recite the words found in the story, adding child vocabulary, comprehension, proper sentence structure, proficiency / fluency in speaking.

Keywords: Speaking Skill, Storytelling With Puppets, Children Ages 4-5 years


PENDAHULUAN
Berbicara merupakan suatu aktivitas kehidupan manusia yang sangat penting, karena dengan berbicara dapat berkomunikasi antara sesama manusia, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan perasaaan dalam segala kondisi emosional dan lain sebagainya.Namun, hanya sedikit yang  mampu memanfaatkan kata dan kalimat untuk berbahasa, khususnya dalam kemampuan berbicara. Hal ini sesuai dengan kenyataan yang terlihat di PAUD SAMUDERA II, di mana kemampuan berbicara anak masih belum berkembang, anak belum berada ditahapan linguistik hal ini terlihat dari anak belum dapat melakukan perdebatan dengan teman sebayanya, pembicaraan anak yang belum dipahami oleh kebanyakan orang, ataupun memiliki minat untuk memulai pecakapan masih sangat kurang dan kosakata yang masih sedikit, dan penggunaan kalimat yang mengandung SPOK masih minimal. Hal ini disebabkan karena siswa disana belum lancar berbicara dikarenakan kurangnya stimulasi yang diberikan oleh orangtua di rumah terhadap kemampuan berbicara anak, kurangnya anak diberikan kesempatan untuk bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya dan masih adanya rasa kurang percaya diri dalam diri anak untuk mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya.
 Metode yang digunakan oleh guru akan berjalan dengan optimal jika didukung oleh media atau alat peraga. Media yang digunakan hendaknya dapat meyampaikan informasi untuk tercapainya pendidikan yang diharapkan. Dalam hal ini kurangnya media yang bervariasi yang digunakan oleh guru dalam membawakan cerita juga menjadi kendala dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak.
Metode bercerita merupakan metode yang dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak. Kegiatan mendengarkan cerita akan memberi pengalaman belajar yang melatih pendengaran anak, sehingga anak dapat memperoleh informasi tentang budaya, dan peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, kegiatan tersebut juga dapat menambah perbendaharaan kata anak.Dalam hal ini  alat peraga dalam bercerita sangat diperlukan. Alat peraga membantu anak dalam perkembangan bicara dan fokus terhadap cerita,selain itu penggunaan alat peraga dapat membantu anak memahami isi cerita,hal ini akan membantu anak untuk menyimpulkan isi cerita dan menceritakannya kembali berdasarkan kemampuan anak.
Oleh karenanya, untuk mengatasi kenyataan tersebut, guru dapat menggunakan metode bercerita dengan wayang sebagai media pembelajaran. Media wayang yang akan digunakan bertujuan untuk menarik perhatian anak terhadap materi yang disampaikan oleh guru selain itu wayang dapat  dibuat sendiri sesuai tema dan minat anak. Wayang  digunakan sebagai media dalam pembelajaran khususnya bercerita untuk memenuhi kebutuhan anak usia 4-5 tahun dalam meningkatkan kemampuan berbicara. Dengan demikian penelitian ini akan mengkaji bagaimana upaya meningkatkan kemampuan berbicara melalui bercerita dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara.
   Kemampuan Berbicara
Kemampuan berasal dari kata mampu, Menurut Gordon (Mulyasa, 2003:39) kemampuan atau skill adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Munandar (1999:17) mengemukakan bahwa kata kemampuan atau mampu secara sederhana dapat diartikan sebagai bisa atau dapat melakukan sesuatu.Artinya adalah kemampuan merupakan suatu upaya untuk melakukan sesuatu yang memerlukan kecakapan dan kesanggupan dalam melakukannya, sehingga diperolah hasil yang maksimal.
Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang dan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak. Berbicara dan menyimak adalah kegiatan komunikasi  dua arah atau tatap muka yang dilakukan secara langsung.Bicara merupakan bentuk informasi yang paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling penting. Seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (www.goggle.comMakalahdanskripsi.blogspot.com ) bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan kelihatan yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan ide yang dikombinasikan.Dalam menyampaikan hal tersebut diperlukan juga adanya ekspresi anggota tubuh, missal mimik muka ataupun gerakan tangan, agar maksud dan tujuan yang ingin diungkapkan dapat tersampaikan dengan baik dan dipahami oleh orang lain.
Dari beberapa pernyataan tersebut dapat didefinisikan bahwa perkembangan berbicara anak diawali dari membeo atau mengoceh atau menggumam yang bertujuan untuk menyampaikan suatu maksud, berbicara bertujuan untuk mengekspresikan apa yang ingin disampaikan kepada orang lain, sehingga apa yang ingin diungkapkan dapat dimengerti oleh orang lain.
Selain itu agar dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan orang lain, kemampuan berbicara menjadi patut diperhatikan. Semi (2001:99) berpendapat, bahwa kemampuan berbicara pada hakikatnya merupakan kemampuan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, gagasan, perasaan, dan pengalaman kepada orang lain. Maidar (2003:17) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menjelaskan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.Dapat dikatakan bahwa berbicara yang efektif terjadi jika pesan atau gagasan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh pihak yang diajak berbicara.Dengan demikian berbicara tidak sekedar pengucapan kata-kata atau bunyi namun merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan atau ide sesuai kebutuhan pendengar atau penyimak.
Becerita Wayang
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik, dan mengundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak (Moeslichatoen, 2004:157).Oleh karena itu, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan sebuah pembelajaran tergantung cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.
Bercerita adalah seni bercakap-cakap secara lisan untuk bertukar cerita tentang pengalamannya antara pencerita dengan pendengar, dapat dilakukan dengan bertatap muka (Larkin, http://www.eldrbarry.net/roos/st_is.htm). Melalui storytelling atau bercerita akan dapat membantu anak-anak untuk membangun kosakata dan kemampuan berbahasa, seperti telah diuraikan di atas bahwa kemampuan berbahasa meliputi empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Hal ini menunjukkan bahwa melalui storytelling atau bercerita juga akan dapat mengembangkan semua aspek bahasa. Seperti dinyatakan oleh Heromen & Jones (2010:91) bahwa storytelling  akan dapat membantu anak untuk membangun vocabulary atau kosakata dan keterampilan bahasa. Melalui bercerita anak-anak akan dapat belajar bahasa dengan luas, yaitu dengan mengenal kosakata baru, berekspresi, sajak, dialog dan struktur dari cerita. Selain itu melalui storytelling akan mengajarkan anak untuk dapat berkomunikasi menyampaikan pendapat dan perasaan tidak hanya melalui kata-kata tetapi dengan bahasa tubuh, gerakan tangan dan ekspresi wajah.Kemudian orang dewasa atau guru setelah bercerita sebaiknya mengajak anak untuk menceritakan kembali cerita yang didengarnya untuk melihat perkembangan bahasa dan kognitifnya.
Wayang merupakan boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dipertunjukkan drama tradisional, (Bali, Jawa, Sunda, dan sebagainya) biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang (KBBI, 2007:1271). Berdasarkan pendapat Jalongo (2007:122) bahwa sedikitnya ada empat alasan menggunakan wayang dalam kelas: (1) wayang meningkatkan komunikasi, (2) wayang menyatakan suatu bahasa universal, (3) wayang mendorong kerjasama, (4) wayang membantu mengintegrasikan kurikulum.Sesuai dengan alasan yang telah dikemukakan di atas tentang dipergunakannya wayang dalam kelas ternyata memang tepat bahwa wayang dapat mengembangkan keterampilan anak dalam berkomunikasi. Melalui wayang anak dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya ketika anak tidak dapat mengungkapkannya kepada orang lain. Selain kegiatan berbicara sebagai subjek area dalam kurikulum dapat dieksplorasi dalam wayang.
Adapun langkah-langkah yang perlu diperhatikan ketika bercerita dengan wayang, sebagai berikut : (1) siapkan segala perlengkapan yang akan digunakan wayang, panggung kecil, tape recorder, (2) mengatur posisi duduk anak agar anak merasa nyaman, (3) mengemukakan kalimat prolog sebelum adegan cerita dimulai diiringi musik pengiring sambil menyebutkan isi cerita, (4) apabila menggunakan panggung, maka bukalah layar panggung kemudian kenali tokoh wayang satu persatu, (5) memulai adegan demi adegan yang diperankan oleh wayang tersebut secara bergantian, diiringi dengan musik pengiring. Ketika suatu adegan akan berganti dengan adegan lain. Tutuplah layar kembali atau turunkan wayang dari arah kanan kekiri dan sebaliknya, wayang tidak diturunkan dari atas kebawah seolah-olah tenggelam, (6) ketika cerita sudah selesai dituturkan, guru dapat mengemukakan beberapa pertanyaan seputar cerita tersebut, misalnya tentang judul cerita, toko cerita dan isi cerita. Bisa juga meminta pendapat anak tentang cerita tersebut. Dapat pula agar anak memperagakan karakter suatu tokoh atau suatu kejadian dengan cerita tersebut, (7) selanjutnya bersama-sama dengan anak-anak menyimpulkan isi cerita tersebut, termasuk pelajaran dari isi cerita juga mencari solusi terbaik dari permasalahan yang ada dalam cerita tersebut, (8) akhiri kegiatan cerita dengan meminta anak untuk menceritakan kembali isi cerita dan tutup kegiatan dengan nyanyian yang menggambarkan isi cerita tersebut.
Pada usia 4-5 tahun anak menurut Sonawat dan Francis (2007:39) memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) telah mampu terlibat dalam percakapan, yaitu mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan dengan baik; (2) telah memiliki kosakata 1500 hingga 2500 kata; (3) telah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar; (4) dapat mengukuti 3 perintah sekaligus;  (5) dapat menceritakan sebuah cerita yang singkat; adan (6) dapat mengucapkan bunyi huruf dengan baik, namun pada huruf “r”, “s” mereka masih belum mampu mengucapkan dengan baik. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode bercerita. Melalui bercerita anak-anak akan belajar berbicara dengan menyenangkan tanpa adanya unsur sedang belajar. Hal ini tentu saja akan sangat membantu anak untuk pandai berbicara. Dalam hal ini guru bercerita menggunakan wayang, wayang yang dimaksud  dalam permainan ini adalah alat peraga yang dibuat menggunakan gambar diatas kertas yang dibuat dengan berbagai macam bentuk dan ditambahkan stik kayu atau sumpit untuk pegangannya yang digunakan sebagai media pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran anak. Wayang dapat mengembangkan keterampilan anak dalam berkomunikasi. Melalui bercerita dengan wayang anak dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya ketika anak tidak dapat mengungkapkannya kepada orang lain. Selain kegiatan berbicara sebagai subjek area dalam kurikulum dapat dieksplorasi dalam wayang.
         Berdasarkan uraian di atas maka diduga metode bercerita dengan wayang akan dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara.
METODE PENELITIAN
         Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).Desain intervensi tindakan atau rancanagan siklus penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Taggart. Adapun prosedur kerja dalam penelitian merupakan suatu siklus yang meliputi tahap-tahap ; (a) perencanaan (plan), (b) tindakan (act), (c) observasi (observe), (d) refleksi (reflection), kemudian dilanjutkan dengan perencanaan ulang (replanning), tindakan, observasi dan refleksi untuk siklus berikutnya, begitu seterusnya hingga membentuk suatu spiral. Subjek penelitiannya adalah anak PAUD SAMUDERA II yang berusia 4-5 tahun sebanyak 7 anak.
Rancangan tindakan penelitian ini sebagai berikut; 1. Perencanaan, yang terdiri dari a) menyusun satuan kegiatan harian; b) media pembelajaran yang mendukung kegiatan bercerita; c) data hasil observasi awal (pra penelitian) sebagai landasan diskusi.2. Tindakan, a) membuat rencana kegiatan belajar, satuan kegiatan mingguan dan satuan kegiatan harian; b) melaksanakan kegiatan pembelajaran; 3) melakukan evaluasi berupa tes kemampuan berbicara melalui berbagai kegiatan yaitu menceritakan kembali isi cerita dan tanya jawab seputar cerita, 3. Observasi atau pengamat tindakan, Pengamatan tindakan yang digunakan adalah observasi peer (pengamatan sejawat), yakni observasi yang dilakukan oleh orang lain (teman sejawat atau guru) terhadap pengajaran seseorang, 4. Refleksi, menganalisis hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan pedoman pengamatan kemajuan kemampuan berbicara anak, juga dilakukan kegiatan menghitung dan menganalis data tentang kemampuan berbicara anak setelah tindakan. Selain itu refleksi data penelitian dilakukan dengan membandingkan rata-rata skor kemampuan berbicara yang diperoleh anak pada saat sebelum dan sesudah tindakan diberikan.
Adapun kisi-kisi instrument kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II sebagai berikut: 1. Lafal yang tepat (mengucapkan lafal yang tepat seperti suara hewan dan benda di sekitar, menyebutkan bunyi huruf vokal dan konsonan), 2. Kosakata (menggunakan jenis kata berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan), 3. Struktur Kalimat (dapat mengulang kalimat sederhana), 4. Pemahaman (mengerti dua perintah yang diberikan secara bersamaan),5. Kefasihan/kelancaran (mengutarakan pendapatnya sendiri kepada orang lain, melanjutkan cerita yang telah diperdengarkan, menceritakan kembali isi cerita yang telah diperdengarkan, dapat menceritakan isi cerita berdasarkan gambar. Sedangkan uji validitas dari instrumen ini menggunakan expert judgment, judgment pada ahli bidang bahasa yang benar-benar paham tentang indikator yang hendak diamati.
HASIL PENELITIAN
         Hasil observasi kemampuan berbicara pada pra-penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara masih belum berkembang secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya skor yang diproleh anak dalam kegiatan berbicara. Adapun peningkatan hasil tindakan dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:


No

Responden
Pra penelitian
Siklus I
Siklus II
Nilai
P (%)
Nilai
P (%)
Nilai
P (%)
1
A
39
40,62%
63
65,62 %
88
91,66%
2
B
38
39,58%
66
 68,75%
86
89,58%
3
C
39
40,62%
65
67,70%
85
88,54 %
4
D
40
41,66%
67
69,79%
92
95,83%
5
E
42
43,75%
68
70,83%
85
88,54%
6
F
37
38,45%
65
67,70%
91
94,79%
7
G
43
44,79%
70
72,91%
94
97,91%
Jumlah
278
289,47
464
483,3%
621
646,8%
Rata-rata
39,71
41,35%
66,28
69%
88,71
92,40%
Tabel diatas merupakan data hasil perolehan skor yang diperoleh setiap anak pada saat prapenelitian, setelah pemberian perlakuan siklus I, dan setelah pemberian perlakuan pada siklus II. Hasil tersebut apabila divisualisasikan (skor dan %) dalam grafik seperti di bawah ini:
       
Hasil pengamatan yang ditemukan terkait dengan kemampuan berbicara anak di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara selama pra-penelitian bahwa masih banyak anak yang belum mampu untuk mengungkapkan keinginannya ketika ditanya oleh guru.
Setelah dilakukan perencanaan, tindakan dan pengamatan, peneliti bersama kolaborator mengadakan refleksi tindakan yang telah dilakukan pada siklus I, yaitu sebanyak 5 (lima) kali pertemuan. Guru bersama kolaborator melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan yang telah dirancang sebelum pelaksanaan kegiatan. Setiap akhir pelaksanaan kegiatan, peneliti bersama kolaborator mengadakan refleksi setiap selesai melaksanakan kegiatan. Refleksi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat proses pembelajaran pada hari itu dan dampak yang terjadi pada anak. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I, peneliti dan kolaborator memutuskan untuk melanjutkan pada siklus berikutnya. Hal ini dikarenakan kemampuan berbicara anak melalui metode bercerita dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara belum mengalami peningkatan yang signifikan pada beberapa aspek.
Hasil refleksi secara kuantitatif dari observasi siklus I menunjukkan bahwa kemampuan berbicara anak hanya mengalami peningkatan sebesar 41,35% dari kemampuan sebesar  69% pada observasi awal. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pada siklus I belum mencapai standar yang telah ditentukan yaitu 75%. Hal ini disebabkan karena terbatasnya waktu dalam pemberian tindakan. Oleh sebab itu, peneliti dan kolaborator membuat kesepakatan untuk menambahkan waktu pemberian tindakan dengan melanjutkan pada siklus II.
Pelaksanaan kegiatan pada siklus II hampir sama dengan pelaksanaan kegiatan di siklus I. tindakan yang diberikan pada siklus II sebanyak 5 (lima) kali pertemuan. Hal ini disebabkan  karena pelaksanaan kegiatan hanya mengembangkan beberapa aspek yang belum optimal pada siklus I. Pada siklus II ini, guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menceritakan kembali isi cerita yang diperdengarkan pada anak. Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II, peneliti dan kolaborator sepakat untuk tidak melanjutkan penelitian ke siklus berikutnya, karena telah tercapai peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun melalui metode bercerita dengan wayang.
Pada beberapa aspek, seperti pemahaman, kosakata dan lafal yang tepat sudah mengalami peningkatan pada siklus I, namun pada aspek kefasihan/kelancaran dan struktur kalimat belum mengalami peningkatan yang signifikan.Peningkatan pada aspek pemahaman adalah mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dan mengerti perintah sederhana yang diberikan oleh peneliti. Pada aspek kosakata, anak dapat menggunakan kata benda, kata sifat, kata kerja dan kata keterangan/fungsi dengan baik. Sedangkan pada aspek lafal yang tepat, anak dapat menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama. Pada aspek struktur kalimat  dan kefasihan/kelancaran, anak-anak belum menunjukkan perkembangan yang baik. Pada siklus II ini, peneliti memberikan materi tentang Aspek yang terakhir adalah kefasihan/kelancaran, dalam aspek ini anak-anak mampu mengutarakan pendapat, dapat melanjutkan cerita yang telah diperdengarkan dan mampu menceritakan kembali cerita atau dongeng yang telah didengarnya. Materi-materi tersebut diberikan melalui kegiatan bercerita, tanya jawab, bermain peran dan unjuk penampilan.
Hasil refleksi secara kuantitatif dari observasi siklus II menunjukkan bahwa kemampuan anak mengalami peningkatan mencapai  92,40% dari kemampuan berbicara pada siklus I sebesar 69% dan pada pra-penelitian sebesar 41,35%. Kenaikan yang diperoleh melebihi skor minimal, yaitu 75% yang merupakan hasil kesepakatan peneliti dan kolaborator.
Hasil refleksi secara kualitatif dan kuantitatif membuat peneliti dan kolaborator sepakat untuk tidak melanjutkan penelitian ke siklus berikutnya, karena telah tercapainya peningkatan kemampuan berbicara melalui metode bercerita dengan wayang pada anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II, Jakarta Utara.
Jika dilihat dari aspek struktur kalimat dimana anak-anak dapat mengucapkan kalimat dengan struktur kalimat yang tepat yaitu dengan menggunakan dua kata, tiga kata dan empat kata. Aspek selanjutnya adalah pemahaman, dimana anak-anak mampu menjawab berbagai pertanyaan sederhana dari peneliti dan mengerti dua perintah yang diberikan secara bersamaan. Aspek yang terakhir adalah kefasihan/kelancaran, dalam aspek ini anak-anak mampu mengutarakan pendapat, dapat melanjutkan cerita yang telah diperdengarkan dan mampu menceritakan kembali cerita atau dongeng yang telah didengarnya.
Rata-rata peningkatan kemampuan berbicara pada siklus I adalah 69%. Hal tersebut terlihat dari hasil perhitungan observasi sebelum dan sesudah pemberian tindakan siklus I. sedangkan untuk rata-rata prosentase pada siklus II adalah sebesar 92,40%. Haltersebut terlihat dari hasil perhitungan observasi sebelum dan sesudah pemberian tindakan pada siklus II.
Peneliti dan kolaborator merasa bahwa peningkatan yang dihasilkan pada akhir siklus II ini sudah signifikan, karena prosentase kenaikan sudah berada diatas batas minimum yang telah disepakati dan ditentukan oleh peneliti dan kolaborator yaitu 75%. Dengan demikian peneliti menghentikan pemberian perlakuan sampai dengan siklus II, karena peningkatan yang diharapkan sudah melebihi kesepakatan.
Apabila dilihat dari hasil skor di atas, kemampuan berbicara anak akan terus meningkat dan berkembang secara optimal apabila diberikan stimulasi secara terus-menerus dengan jangka waktu yang optimal. Namun,hal tersebut harus tetap diperhatikan dan disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak usia dini. Karena tidak semua anak pada usia yang sama akan memiliki kemampuan yang sama juga. Pemberian kegiatan pembelajaran dengan metode bercerita dengan wayang merupakan kegiatan yang baru bagi anak dalam meningkatkan kemampuan berbicaranya.
Kegiatan bercerita dengan menggunakan wayang dapat dikatakan sebagai kegiatan membacakan cerita, Namun cerita yang dibawakan harus sesuai dengan imajinasi anak, melalui kegiatan bercerita ini, kemampuan berbicara anak dapat terlihat meningkat dengan baik. Berdasarkan pendapat Mary Renck Jalongo dijelaskan bahwa sedikitnya ada empat alasan menggunakan wayang dalam kelas: (1) wayang meningkatkan komunikasi, (2) wayang menyatakan suatu bahasa universal, (3) wayang mendorong kerjasama, (4) wayang membantu mengintegrasikan kurikulum.Sesuai dengan alasan yang telah dikemukakan di atas tentang dipergunakannya wayang dalam kelas ternyata memang tepat bahwa wayang dapat mengembangkan keterampilan anak dalam berkomunikasi. Melalui wayang anak dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya ketika anak tidak dapat mengungkapkannya kepada orang lain.
Adapun media yang digunakan dalam bercerita adalah media wayang. Wayang dalam permainan ini adalah alat peraga yang dibuat menggunakan gambar diatas kertas yang dibuat dengan berbagai macam bentuk dan ditambahkan stik kayu atau sumpit untuk pegangannya yang digunakan sebagai media pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran anak. Melalui kegiatan bercerita menggunakan wayang, orang yang melihatnya dapat menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas daripada hanya sekedar diungkapkan oleh kata-kata. Dalam hal ini, anak melihat gambar wayang yang dibuat oleh guru sudah dapat menangkap ide dan informasi yang endak disampaikan untuk kemudian diungkapkan melalui kata-kata.
Adapun ketentuan dalam menggunakan wayang, untuk memudahkan anak mengingat nama serta karakter dari wayang yang dimainkan, maka jumlah wayang sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan usia anak. Jumlah boneka wayang yang dimainkan anak usia 4 – 5 tahun dalam satu cerita menggunakan boneka wayang  maksimal berjumlah 5 buah. Istimono menyatakan untuk pembuatan empat buah wayang kertas membutuhkan satu lembar kertas karton ukuran A0. Hal pertama yang dilakukan adalah melukis sketsa di kertas, setelah itu dipotong menggunakan gunting dan dicat menggunakan cat minyak dan cat air dengan warna sesuai keinginan.  Jadi, untuk membantu kegiatan bercerita menggunakan media wayang kertas, guru dapat menyediakan media dan anak-anak tinggal memainkannya atau pun anak-anak dapat dilatih melenturkan jari-jarinya dalam menggunting sebuah gambar dan diajak meningkatkan kretivitasnya dalam mengolah sebuah gambar menjadi sebuah wayang yang unik. Dengan demikian anak akan lebih merasa bangga dan kemampuan berceritanya diharapkan dapat meningkat karena anak dapat menceritakan mengenai wayang kertas yang telah dibuatnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan bercerita dengan wayang dapat meningkatkan kemampuan berbicara dengan memberikan kebebasan anak untuk bercerita sesuai dengan yang ada dalam pikirannya serta dapat mengungkapkan perasaannya. Kegiatan bercerita ini juga dapat membantu anak lebih percaya diri saat maju ke depan kelas karena tidak harus menyampaikan cerita sesuai dengan cerita guru. Anak dapat mengkomunikasikan pendapatnya kepada guru dan temannya, anak dapat menyusun kalimat sendiri sesuai dengan kosakata dan SPOK dengan pengalaman yang didapat dalam bercerita yang dikuasai anak. Keseluruhan aspek dalam penelitian ini mengalami peningkatan selama 10 kali pertemuan dalam pemberian perlakuan pada anak dalam 2 siklus. Hal ini terlihat pada aspek anak dapat melafalkan dan menggunakan bunyi hewan atau suara benda yang ada dalam cerita dengan tepat, anak mampu mengemukakan pendapatnya, anak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dan melanjutkan cerita tanpa bantuan guru, selain itu anak juga dapat menceritakan kembali isi cerita yang telah diperdengarkan oleh guru dan temannya, anak juga mampu menceritakan hasil gambar yang dibuatnya menggunakan bahasa dan gaya anak di depan kelas.

KESIMPULAN
Penelitian kemampuan berbicara pada anak usia 4-5 tahun telah dilaksanakan sesuai dengan permasalahnan yang terjadi di lapangan. Prosentase hasil analisis data pada pra penelitian didapat prosentase sebesar 41,35%, sedangkan pada siklus I didapat prosentase sebesar 69% dan pada siklus II peningkatan prosentase kemampuan berbicara anak sebesar 92,40%. Sebagaimana disampaikan pada interpretasi hasil analisis bahwa penelitian ini dikatakan berhasil jika adanya peningkatan sebesar 75%, maka pada penelitian siklus II ini dikatakan berhasil karena presentase kenaikan yang didapat melebihi batas minimum yang telah ditentukan peneliti dan kolaborator.
Berdasarkan data kualitatif terlihat adanya peningkatan kemampuan berbicara pada anak melaui kegiatan bercerita dengan menggunakan wayang. Melalui kegiatan bercerita dengan wayang anak-anak diajak untuk terlibat langsung dalam kegiatan itu, yaitu bermain tebak gaya, bermain peran, membuat wayang, dan berani tampil di depan kelas. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada anak, catatan lapangan, catatan dokumentasi dan catatan wawancara maka dapat dilihat bahwa kegiatan bercerita dengan wayang dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak usia 4-5 tahun di PAUD SAMUDERA II Jakarta Utara. 

DAFTAR PUSTAKA
E Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan Implementasi Bandung : Remaja Rosda Karya, 2003.
Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah, Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1999.
M. Atar Semi, Rancangan Pengajaran Berbahasa dan Sastra Indonesia, Jakarta : Angkasa, 2001.
Maidar dan Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, Jakarta : Erlangga, 2003.
Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta :  Rineka Cipta, 2004.

Cate Heromen & Candy Jones, Literacy  The Creative Curriculum Approach, United States of America, Teaching Strategies, 2010.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Jakarta Dep Dik Nas, 2007.
Mary Renck Jalongo, Early Childhood Language Arts, USA: Pearson Education Inc, 2007
Reeta Sonawat & Jasmine Maria Francis.Language Development for Preschool Children, Multi-tech publishing co,Mumbai, 2007.
Winda dkk, Metode Pengembangan Perilaku Dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008.






[1] Irma Yuliani, S.Pd, Alumni PG PAUD FIP Universitas Negeri Jakarta